Header Ads

Setelah IPL, Lalu Apa Lagi ???

 
Kisruh PSSI memasuki kembali memasuki episode baru lagi, saat ini Joint Committee (JC) yang dibentuk berdasarkan MoU sedang bersidang. Agendanya tentang Format kompetisi musim depan. Setelah sebelumnya PT. LPIS sebagai operator Indonesian Premier League (IPL) yang diharapkan sukses membawa perubahan seperti era LPI terganggu kinerjanya akibat dari konflik sepakbola nasional yang berkepanjangan.

Belum lagi merembet ke seretnya dana dari Kemenpora. Sampai –sampai cetak buku kurikulum untuk SSB tertahan dan menunggu tahun 2013, itupun masih di anggarkan.

Supporter yang terbelah pro dan kontra sebenarnya juga punya harapan yang sama jika ditanya timnas Indonesia. Semua akan berharap timnas yang kuat, timnas yang kuat output dari kompetisi yang bagus. Sayangnya kompetisi kita dalam 2 tahun terakhir kisruh.

Diperlukan pemahaman dan kebesaran hati semua pihak yang terlibat konflik untuk menemukan titik temu demi sepakbola nasional. Apabila sidang JC deadlock mengingat komposisi anggota JC 4 PSSI vs 4 KPSI dengan pengawasan dari AFC, sudah kembalikan saja format kompetisi seperti sebelum era Anwar Anas, dua piramida terpisah.

Amatir dan semi professional (pro).  Yang mau hancur – hancuran dengan mafia silahkan terjun di kompetisi yang katanya berlabel ‘profesional’.

Yang amatir pembinaan jangan di ganggu. Tapi tolong tetap biarkan di "alamnya masing-masing" nanti kalau yang kompetisi amatir atau perserikatan jauh lebih meriah,  jangan sampai memunculkan wacana lagi penggabungan seperti tahun 1994.

Ingatkah waktu di era Galatama banyak klub bertahan seumur jagung, seperti cahaya kita. Dalam tulisan tempo pemiliknya mengindikasikan pemainnya terlibat suap, hingga akhirnya melalui SK No. 28/IV/1984 yang ditandatangani Kardono memutuskan untuk membekukan klub asuhan Kaslan Rosidi tersebut.

Padahal Kaslan Rosidi orang yang paling keras berteriak mengenai suap.  Walau begitu prestasi timnas kita tidak meredup, bahkan masuk semifinal Asian Games Seoul 1986.

Setelah itu menyabet Piala Kemerdekaan III, puncaknya adalah ketika meraih medali emas pertama cabang sepakbola dalam SEA Games 1987 di Jakarta. Itu terjadi karena pembinaan pemain kita tidak macet, secara terus menerus menghasilkan pemain yang beberapa di antaranya di comot dari Galatama yang waktu itu di anggap sebagai universitasnya sepakbola.

Saya tahu resikonya tim amatir tidak akan bisa bertanding di level asia. Kesempatan ada jika tim amatir tersebut di undang menjadi peserta di kejuaraan luar negeri, Atau bahkan mereka bisa menghidupkan kembali turnamen seperti Marah Halim Cup yang pesertanya undangan tim mancanegara.

Dan saya kembali yakin di Surabaya nantinya akan muncul tim baru yang berkompetisi di level professional seperti Niac Mitra dulu, begitupun di daerah lainnya. Muncul pertanyaan baru, akankah Bonek mendukung tim baru nanti, akankah adanya tim baru nanti memecah supporter Surabaya?  Menegok kebelakang, sejarah mencatat siapapun klub sepakbola Surabaya yang bertanding di senayan, publik bola Surabaya tetap trett..trett..trett go to senayan (hanya ketika ASGS berlaga sepi penonton).

Dua klub satu kota tidaklah harus kisruh seperti derby di Negara – Negara eropa lainnya. Dengan dipisahnya amatir dan professional tentu segmen marketnya berbeda. Amatir goalnya pembinaan, 22 pemain lokal berlaga disaksikan ribuan penonton, sedangkan bagi yang ingin hiburan pemain asing bisa menonton klub yang berlaga di kompetisi professional.

Suporter yang terbelah dalam menyikapi kisruh sepakbola nasional, ikut terseret dalam pusara konflik. Pro dan kontra melihat dari berbagai macam sudut pandang. Lagu kita masih sama, bendera kita masih merah putih. Kita jaga silaturahmi antar supporter. (bersambung)

(H23H)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.