Sepakbola Adalah Sumber Inspirasi
Catatan : Direktur Media PSSI/Tommy Rusihan Arief.
Sepakbola adalah sumber inspirasi hidup dan kehidupan. Sepakbola telah menyumbang kontribusi prinsipil bagi kemajuan dan tatanan dunia yang lebih baik. Sepakbola telah memberikan kehormatan bagi peradaban manusia modern.
"Sekarang kami yang terbaik di Afrika," teriak Michael Chilufya Sata, mantan tukang sapu di stasiun kereta api Victoria, London, yang sejak 23 September 2011 menjadi Presiden Zambia. Sata, meneriakkan kalimat kemenangan itu, sesaat setelah Zambia mengalahkan Pantai Gading melalui drama adu pinalti paling dramatis (0-0, 8-7) pada final Piala Afrika 2012, 12 Februari lalu.
Bagi Sata, kecemerlangan Zambia menaklukan tim bertabur bintang Pantai Gading di Stade d'Angoudje, Libreville, Gabon, adalah kehormatan tertinggi bagi negaranya. Zambia, yang dicabik perang saudara dua dekade sebelumnya, kini bangkit lewat kemenangan paling inspiratif di Piala Afrika 2012.
Pada 8 Oktober 2005 malam, sesaat setelah kemenangan 3-1 atas Sudan untuk memastikan lolos ke Piala Dunia Jerman 2006, bintang Pantai Gading, Didier Drogba, melakukan satu hal tidak terduga di kamar ganti.
Drogba, salah satu pemain terbesar Afrika sepanjang jaman, mengambil mikropone dan berbicara di depan televisi nasional: "Dengan kerendahan hati saya mohon kepada semua saudaraku, tolong letakkan senjata dan hentikan perang. Kemenangan ini untuk kalian saudaraku semua."
Drogba, pemain terbaik Afrika 2006 dan 2009 yang baru saja sukses membawa Chelsea menjadi juara Piala Champions 2012, memang dipuja di negaranya. Drogba menjadi inspirasi bagi jutaan rakyat Pantai Gading yang porak poranda karena perang saudara.
Sejak saat itu, kedamaian merebak di seantero negeri. Tidak ada lagi perang saudara antara suku asli di selatan dan kaum pendatang di utara Pantai Gading.
Dalam skala dunia, spirit 'pembebasan' juga menginspirasi kebangkitan sepakbola Belanda, paska perang dunia kedua. Peristiwa "Batlle of Netherland" hampir sepanjang September 1939, melecut persaingan melawan Jerman di lapangan hijau.
Saat Johan Cruyff dan kawan-kawan berangkat ke Piala Dunia Jerman (Barat) 1974, genderang perang lama, kembali menggelegar di seantero Belanda. Aneksasi Hitler selama Perang Dunia Kedua yang menghancurkan kota-kota besar negeri Kincir Angin dan menimbulkan jutaan korban jiwa, memicu perang urat syaraf.
Tulisan "I want my bicycle back" muncul di jalanan maupun di dalam stadiion yang dibawa suporter tim Oranye. Tulisan "I want my bicycle back" merupakan sindiran terhadap kerakusan dan pencurian yang dilakukan tentara Nazi selama pendudukan. Bahkan sepeda anak-anak pun ikut diangkut pergi tentara Jerman saat itu.
Belanda kalah 1-2 dari Jerman (Barat) di final. "Tetapi kami sudah mempermalukan mereka. Karena kami mencetak gol lebih dulu di depan mata ibu mereka sendiri," kata pemain tim Oranye, Wim Van Hanegem.
Dendam Oranye baru terbalaskan di semifinal Piala Eropa 1988 di Stadion Volksparks, Hamburg. Usai kemenangan 2-1, Ronald Koeman bertukar kaos dengan gelandang Jerman, Olaf Thon.
Lalu apa yang terjadi? Di hadapan mata 60 ribu pendukung Jerman, Koeman ternyata menggunakan kaos Thon untuk mengelap bagian (maaf) pantatnya yang kotor. Koeman memang sengaja melakukan tindak pelecehan.
Sepakbola, sebagaimana kehidupan, memiliki dua sisi yang terkadang kontradiktif. Sepakbola adalah sumber inspirasi kehidupan di balik ekses negatifnya. Dalam sepakbola, dendam bahkan kebencian, bisa terakumulasi menjadi prestasi.
Saya tidak sepakat, jika ada yang beranggapan bahwa sepakbola dapat mendorong terjadinya kehancuran berkesinambungan (collateral damage). Bagi saya sisi negatif yang muncul dari sepakbola, jauh lebih kecil dibanding kehormatan yang diberikan sepakbola terhadap kehidupan umat manusia.
Sejarah mencatat, sepakbola punya kisah kelam di masa lalu. Tetapi semua itu bisa terjadi berabad silam di tengah peradaban manusia yang yang masih jauh dari modern.
Di jaman Raja Edward III di Inggris (13 November 1312-21 Juni 1377) atau Ratu Elizabeth I (7 September 1533-24 Maret 1603) memang sempat ada undang-undang larangan bermain bola. Tetapi sepakbola yang dimainkan saat itu bukan seperti yang kita kenal sekarang. Penuh dengan brutalitas dan menyesatkan.
Sejak Asosiasi Sepakbola Inggris (The Football Association/FA) terbentuk 10 Oktober 1863, sepakbola modern mulai dimainkan dengan segala perubahannya. Sepakbola mulai menginspirasi kehidupan manusia. Sampai kita mengenal saat ini klub paling kaya 2012, Manchester United dengan aset mencapai 2,24 miliar dolar AS (Rp. 20,4 triliun).
Sebagai insan sepakbola saya ingin mendorong pemahaman positif tentang spirit sepakbola yang sangat menginspirasi. Sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk membuat kekacauan dalam sepakbokla.
Pada akhirnya saya perlu bertanya, apakah benar (menurut Pepe Escobar dalam Asian Time On line) sepakbola sudah menjadi "agama monotheisme terbesar di dunia?"
Bagi saya, apapun bentuk pemahaman manusia modern tentang sepakbola, olahraga paling populer ini sudah menjadi inspirasi kehidupan. "Jadi tidak ada alasan sedikitpun untuk merusak sepakbola," tegas Guus Hiddink, salah-satu pelatih terbaik dunia asal Belanda.
Lihatlah Piala Eropa 2012. Ratusan juta bahkan mungkin miliaran penonton televisi, termasuk di Indonesia, terinspirasi dan terhibur. Dari pelosok Aceh sampai Papua, dari pelosok Miangas sampai pelosok pulau Rote, seperti terbius dengan aroma Piala Eropa.
Jika sepakbola menginspirasi kehidupoan, sepatutnya sepakbola mendapat tempat terhormat. Tidak terkecuali di Indonesia. Dan, PSSI adalah rumah besar bagi kehormatan sepakbola Indonesia. Jayalah sepakbola Indonesia..!
Sepakbola adalah sumber inspirasi hidup dan kehidupan. Sepakbola telah menyumbang kontribusi prinsipil bagi kemajuan dan tatanan dunia yang lebih baik. Sepakbola telah memberikan kehormatan bagi peradaban manusia modern.
"Sekarang kami yang terbaik di Afrika," teriak Michael Chilufya Sata, mantan tukang sapu di stasiun kereta api Victoria, London, yang sejak 23 September 2011 menjadi Presiden Zambia. Sata, meneriakkan kalimat kemenangan itu, sesaat setelah Zambia mengalahkan Pantai Gading melalui drama adu pinalti paling dramatis (0-0, 8-7) pada final Piala Afrika 2012, 12 Februari lalu.
Bagi Sata, kecemerlangan Zambia menaklukan tim bertabur bintang Pantai Gading di Stade d'Angoudje, Libreville, Gabon, adalah kehormatan tertinggi bagi negaranya. Zambia, yang dicabik perang saudara dua dekade sebelumnya, kini bangkit lewat kemenangan paling inspiratif di Piala Afrika 2012.
Pada 8 Oktober 2005 malam, sesaat setelah kemenangan 3-1 atas Sudan untuk memastikan lolos ke Piala Dunia Jerman 2006, bintang Pantai Gading, Didier Drogba, melakukan satu hal tidak terduga di kamar ganti.
Drogba, salah satu pemain terbesar Afrika sepanjang jaman, mengambil mikropone dan berbicara di depan televisi nasional: "Dengan kerendahan hati saya mohon kepada semua saudaraku, tolong letakkan senjata dan hentikan perang. Kemenangan ini untuk kalian saudaraku semua."
Drogba, pemain terbaik Afrika 2006 dan 2009 yang baru saja sukses membawa Chelsea menjadi juara Piala Champions 2012, memang dipuja di negaranya. Drogba menjadi inspirasi bagi jutaan rakyat Pantai Gading yang porak poranda karena perang saudara.
Sejak saat itu, kedamaian merebak di seantero negeri. Tidak ada lagi perang saudara antara suku asli di selatan dan kaum pendatang di utara Pantai Gading.
Dalam skala dunia, spirit 'pembebasan' juga menginspirasi kebangkitan sepakbola Belanda, paska perang dunia kedua. Peristiwa "Batlle of Netherland" hampir sepanjang September 1939, melecut persaingan melawan Jerman di lapangan hijau.
Saat Johan Cruyff dan kawan-kawan berangkat ke Piala Dunia Jerman (Barat) 1974, genderang perang lama, kembali menggelegar di seantero Belanda. Aneksasi Hitler selama Perang Dunia Kedua yang menghancurkan kota-kota besar negeri Kincir Angin dan menimbulkan jutaan korban jiwa, memicu perang urat syaraf.
Tulisan "I want my bicycle back" muncul di jalanan maupun di dalam stadiion yang dibawa suporter tim Oranye. Tulisan "I want my bicycle back" merupakan sindiran terhadap kerakusan dan pencurian yang dilakukan tentara Nazi selama pendudukan. Bahkan sepeda anak-anak pun ikut diangkut pergi tentara Jerman saat itu.
Belanda kalah 1-2 dari Jerman (Barat) di final. "Tetapi kami sudah mempermalukan mereka. Karena kami mencetak gol lebih dulu di depan mata ibu mereka sendiri," kata pemain tim Oranye, Wim Van Hanegem.
Dendam Oranye baru terbalaskan di semifinal Piala Eropa 1988 di Stadion Volksparks, Hamburg. Usai kemenangan 2-1, Ronald Koeman bertukar kaos dengan gelandang Jerman, Olaf Thon.
Lalu apa yang terjadi? Di hadapan mata 60 ribu pendukung Jerman, Koeman ternyata menggunakan kaos Thon untuk mengelap bagian (maaf) pantatnya yang kotor. Koeman memang sengaja melakukan tindak pelecehan.
Sepakbola, sebagaimana kehidupan, memiliki dua sisi yang terkadang kontradiktif. Sepakbola adalah sumber inspirasi kehidupan di balik ekses negatifnya. Dalam sepakbola, dendam bahkan kebencian, bisa terakumulasi menjadi prestasi.
Saya tidak sepakat, jika ada yang beranggapan bahwa sepakbola dapat mendorong terjadinya kehancuran berkesinambungan (collateral damage). Bagi saya sisi negatif yang muncul dari sepakbola, jauh lebih kecil dibanding kehormatan yang diberikan sepakbola terhadap kehidupan umat manusia.
Sejarah mencatat, sepakbola punya kisah kelam di masa lalu. Tetapi semua itu bisa terjadi berabad silam di tengah peradaban manusia yang yang masih jauh dari modern.
Di jaman Raja Edward III di Inggris (13 November 1312-21 Juni 1377) atau Ratu Elizabeth I (7 September 1533-24 Maret 1603) memang sempat ada undang-undang larangan bermain bola. Tetapi sepakbola yang dimainkan saat itu bukan seperti yang kita kenal sekarang. Penuh dengan brutalitas dan menyesatkan.
Sejak Asosiasi Sepakbola Inggris (The Football Association/FA) terbentuk 10 Oktober 1863, sepakbola modern mulai dimainkan dengan segala perubahannya. Sepakbola mulai menginspirasi kehidupan manusia. Sampai kita mengenal saat ini klub paling kaya 2012, Manchester United dengan aset mencapai 2,24 miliar dolar AS (Rp. 20,4 triliun).
Sebagai insan sepakbola saya ingin mendorong pemahaman positif tentang spirit sepakbola yang sangat menginspirasi. Sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk membuat kekacauan dalam sepakbokla.
Pada akhirnya saya perlu bertanya, apakah benar (menurut Pepe Escobar dalam Asian Time On line) sepakbola sudah menjadi "agama monotheisme terbesar di dunia?"
Bagi saya, apapun bentuk pemahaman manusia modern tentang sepakbola, olahraga paling populer ini sudah menjadi inspirasi kehidupan. "Jadi tidak ada alasan sedikitpun untuk merusak sepakbola," tegas Guus Hiddink, salah-satu pelatih terbaik dunia asal Belanda.
Lihatlah Piala Eropa 2012. Ratusan juta bahkan mungkin miliaran penonton televisi, termasuk di Indonesia, terinspirasi dan terhibur. Dari pelosok Aceh sampai Papua, dari pelosok Miangas sampai pelosok pulau Rote, seperti terbius dengan aroma Piala Eropa.
Jika sepakbola menginspirasi kehidupoan, sepatutnya sepakbola mendapat tempat terhormat. Tidak terkecuali di Indonesia. Dan, PSSI adalah rumah besar bagi kehormatan sepakbola Indonesia. Jayalah sepakbola Indonesia..!
Post a Comment